Studi kasus disonasi masyarakat terhadap fenomena bentrok Gojek dengan Transportasi konvensional
Implementasi Teori Disonansi Kognitif
(Studi kasus disonasi masyarakat terhadap fenomena bentrok Gojek dengan Transportasi konvensional)
I. PENDAHULUAN
1.1.
Deskripsi Kasus
Supriyanto
(2017) mengatakan pada tahun 2011 seorang pemuda Indonesia mendirikan sebuah
perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi yaitu Go-Jek Indonesia. Hal
ini dilatar belakangi oleh ojek-ojek pangkalan yang menghabiskan waktunya 8-10
jam hanya untuk menunggu penumpang. Perusahaan Go-Jek Indonesia ini membantu
ojek-ojek pangkalan untuk menambah
jumlah penumpang mereka dalam. Awalnya Go-Jek Indonesia melakukan
transaksi hanya melalui telepon. Namun pada tahun 2014 dengan melihat antusias
masyarakat terhadap go-jek, perusahaan ini membuat aplikasi berbasis online.
Hal ini juga memudahkan masyarakat yang ingin memesan go-jek untuk melakukan
perjalanan yang jauh dapat melihat ongkos dan juga mengenal siapa driver yang
akan menjemputnya.
Nadiem, sebagai CEO PT. Go-Jek
Indonesia mengatakan ada tiga masalah besar yang ada di kota-kota besar
Indonesia. Kemcetan, kurangnya lahan pekerjaan di sektor informal, dan
ketidakefisienan pasar di sektor transportas khusunya ojek. Namun tidak hanya
bergerak dalam bidang transportasi ojek, dilansir pada viva.co.id tahun 2015
Go-jek membuka fitur baru yakni Go-Food. Menurut Go-Food Project Lead, Jesayas
Ferdinandus, layanan fitur Go-Food adalah layanan yang diciptakan untuk pesan
antar makanan. Layanan ini akan memudahkan pengguna aplikasi yang ingin memesan
makanan namun tidak ingin keluar rumah.
Namun keberadaan Go-jek ternyata
dianggap sebagai kompetitor utama oleh sebagian kendaraan umum terutama angkot
dan tentu saja ojek konvensional. Sehingga keberadaan Gojek sering memicu
kemarahan sopir angkot dan ojek konvensional, kemarahan mereka tunjukkan dengan
aksi demonstrasi menununtut agar pemerintah melarang Gojek beroperasi. Meskipun
gojek ini sebenarnya belum memiliki surat ijin sebagai kendaraan umum, pemerintah
lewat Kemenhub menyatakan bahwa pihak mereka tidak memiliki kewenangan untuk
membubarkan atau melarang Gojek beroperasi. Aksi unjuk rasa ini menuntut Gojek
tidak beroperasi dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yang menimbulkan
berbagai masalah, seperti terlantarnya penumpang akibat tidak ada kendaraan
umum yang beroperasi.
Meskipun
Gojek mendapatkan tekanan dari beberapa pihak, namun Gojek tetap mendapatkan
perhatian publiknya hal ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan oleh
vivanews.com bahwa masyarakat lebih memilih untuk menggunakan Gojek
dibandingkan ojek konvensional. 82% responden setuju dengan keberadaan Go-jek
dibandingkan ojek pangkalan. Lima alasan uttama dari responden yang mendukung
keberadaan Go-Jek adalah bisa menjemput pada tempat yang sudah ditentukan, dan
tidak perlu keluar mencari ojek, harga pas tidak perlu menawar, pengendara,
kendaraan, dan helm sudah memiliki standar yang membuat rasa aman berkendara,
tersedia di sekitar masyakat.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan kronologi
diatas, maka penulis menemukan permasalahan yakni :
1. Bentuk
disonasi yang dialami masyarakat jika ingin menggunakan Gojek pasca fenomena
bentrok Gojek dan transportasi konvensional.
2. Bentuk
upaya masyarakat dalam mengurangi disonasinya terhadap transportasi online
Gojek.
3. Strategi
pesan Gojek dalam merespon krisis sekaligus disonasi yang dialami masyarakat.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Asumsi dasar Teori Disonansi Kognitif
Teori
Disonansi Kognitif merupakan teori yang diadaptasi dari displin ilmu psikologi.
Teori ini awal mula diciptakan oleh Leon Festinger yang bertujuan untuk
memahami hubungan antara kognitif dan perilaku. Festinger (Littlejohn & Foss, 2014, hal. 115) berpendapat bahwa
setiap individu (pelaku komunikasi) memiliki beberapa elemen kognitif, seperti
sikap, persepsi, pengetahuan dan perilaku yang saling berkaitan dan menjadi
sebab akibat terjadinya tindakan.
Festinger
(Kriyantono, 2014, hal. 292) menjelaskan antara
elemen dan kognisi memungkinkan terjadinya 3 hubungan, a) Irrelevance (nol),
yakni tidak ada keterhubungan antara satu elemen dengan elemen yang lainnya,
misalnya pengetahuan individu tentang memelihara kucing dan persepsi individu
terhadap kumpulan Ibu – Ibu PKK. b) Consonance (konsistensi) yakni adanya
kecocoka atau kesesuaian antara elemen satu denga elemen yang lainnya, contoh
Ani memelihara kucing berhubungan dengan kebiasaan Ani pergi ke splendid setiap minggu untuk membeli
makanan kucing, yang ketiga adalah c) Dissonance (inkonsistensi) yakni antar
elemen saling bertentangan, misalnya Ani memelihara kucing di rumahnya dengan
kebiasaan Ani yang tidak berbelanja makanan kucing di pasar splendid. Jenis hubungan yang terakhir
merupakan suatu pertentangan yang ditunjukkan dalam perilaku Ani dengan kognisi
Ani bahwa setiap makhluk hidup layak diberi makanan yang sesuai dan bernutrisi.
Littlejohn
& Foss (2014, hal. 116) berpendapat terdapat
dua pemikiran yang menolak teori disonansi. Pemikiran pertama bahwa disonansi
menghasilkan ketegangan atau tekanan yang mengharuskan individu untuk berubah,
dan yang kedua semakin tinggi disonasi yang terjadi di individu, semakin besar
kebutuhan individu untuk mengurangi disonansi tersebut. Disonansi merupakan
hasil dari dua variabel, yaitu elemen kognitif dan elemen tindakan, dengan kata
lain jika di dalam dua hal tersebut terdapat inkonsistensi maka disonansi akan
terjadi. Contoh, Ade percaya
bahwa membaca materi sebelum masuk kelas dapat meningkatkan pemahaman Ade
terhadap materi yang akan disampaikan di kelas, namun Ade tidak melakukannya
karena Ade malas, atau karena ada unsur –unsur lain.
Dalam kondisi tersebut bisa dipastikan bahwa Ade mengalami
disonansi, dan jika disonansi tersebut semakin tinggi dirasakannya, maka ia
akan berkecenderungan untuk menguranginya dengan beberapa cara, salah satunya
berdalih bahwa “tidak apa apa, hanya sekali tidak membaca buku pelajaran”.
Contoh diatas merupakan jenis individu yang menggunakan teknik rasionalisasi
untuk mengurangi disonasi tersebut.
2.2. Metode mengurangi Disonansi
Festinger (Littlejohn & Foss, 2014, hal. 116) menggambarkan
beberapa metode untuk menghadapi disonansi kognitif, (a) mengubah beberapa elemen
kognitif atau elemen perilaku untuk mengurangi disonansi, misalnya Ade dapat
mengubah kognisinya dan mulai percaya bahwa membaca buku sebelum kelas tidak
harus dilakukan disetiap matakuliah, ade dapat memprioritaskan mata pelajaran
yang sukar di pahami. (b) menambah elemen – elemen baru kepada elemen kognisi
dan elemen tindakan, misalnya Ade dapat menerapkan sistem belajar bersama
dengan cewek yang disukai di sekolah, sehingga belajar tidak selalu
membosankan, (c) individu dapat melihat bahwa elemen – elemen yang tidak sesuai
tidak terlalu penting, contoh, Ade harus melihat bahwa fakta mendapat nilai
bagus dan naik kelas menjadi prioritas utama dan lebih penting dari tidak
membaca buku, (d) mempertimbangkan informasi
yang sesuai, seperti terlalu serius membaca buku megindikasikan orang
tersebut kutu buku, dan kurang pergaulan, atau dengan memahami bahwa materi
besok sangatlah rumit sehingga malam harinya dibutuhkan belajar.
Selain itu Zimbardo, dkk (Kriyantono, 2014) menawarkan empat aspek yang
mempengaruhi disonansi, (a) persepsi terhadap pentingnya isu (perceived important), yakni individu
dapat menilai penting tidaknya suatu isu, serta pengaruh isu terhadap tinggi
rendahnya disonansi tersebut, (b) rasio disonansi, rasio disonansi dipengaruhi
oleh dua hal yaitu penting tidaknya elemen kognitif dan banyak tidaknya jumlah
elemen dalam relasi disonansi, (c) rasionalisasi, rasionalisasi merupakan upaya
idividu dalam mencari pembenaran dengan memberikan dalih yang ia gunakan untuk
mengurangi disonansi seperti pada contoh Ade yang tidak belajar materi
pelajaran sebelum kelas dimulai, (d) proses persepsi, proses ini disebut
sebagai upaya mengurangi disonansi yang dapat diaplikasikan dalam 3 tahap, a) selective ex-posure, yakni individu menyeleksi informasi yang ia dapat dan cenderung
menghindari pesan yang inkosisten yang dapat meningkatkan disonansi, b) selective attention, yakni individu
lebih mepehatikan pesan yang sesuai dengan skematanya untuk mengurangi tingkat
disonansinya, c) selective retention, yakni
individu cenderung akan mengingat pesan atau informasi yang sejalan dengan
skemata yang diyakininya.
Festinger (Littlejohn & Foss, 2014) turut mejelaskan
disonansi dialami sebagai hasil sebuah keputusan yang bergantung kepada empat
variabel, (a) kepentingan keputusan, (b) ketertarikan pada alternatif yang
dipilih, (c) jika terja di ketertarikan kuat antara individu dengan alternatif
baru atau diluar alternatif yang dipilih maka disonansi akan semakin besar (d)
semakin besar tingkat kesamaan atau kecocokan antara elemen – elemen, semakin
kecil disonansinya.
2.3. Aplikasi Teori Disonansi Kognitif dalam Public Relations
Dalam upaya memerangi disonansi yang dimiliki setiap masyarakat,
maka praktisi public relations harus
membuat membuat pesan yang mampu mengurangi disonansi publik. Pesan tersebut
dapat dibuat berdasarkan problema yang terjadi di dalam masyarakat, dan jauh
sebelum itu praktisi public relations sudah
melakukan riset terhadap aspek demografis, psikologis, dan kebutuhan publik.
Selain itu, pesan yang dimuat dalam upaya mempersuasi masyarakat harus mampu
menyelesaikan problema masyarakat, termasuk mengurangi disonasinya. Masyarakat sebagai
makhluk sosial tentu berhak mendapatkan jenis pertukaran yang menguntungkan,
individu akan terus berupaya mengejar sesuatu yang menjadi solusi dari
permasalahannya, hal ini diterapkan dalam interaksi sosial, dalam hal ini
perusahaan dapat memenangkan peluang tersebut, dengan membuat semacam win win solution antara perusahaan
dengan publik, praktisi public relations mesti menggunakan kesempatan tersebut.
Harrison (Kriyantono, 2014) menawarkan poin – poin bagi praktisi public relations dalam mendesain pesan
persuasif (a) pesan persuasif yang memiliki kegunaan bagi khalayak, (b) pesan
persuasif yang mengandung kejujuran dan tidak bersifat manipulatif, (c) pesan
persuasif yang mampu menarik perhatian khalayak sehingga dianggap sebagai
penting dan bernilai (d) pesan persuasif yang tidak mengandung ancaman yang
menganggu kepentingan khalayak. Dalam konteks internal perusahaan, strategi
disonansi dapat diterapkan praktisi public relations untuk meningkatkan kinerja
karyawan, dengan cara menyediakan kebutuhan dan fasilitas yang diperlukan
karyawan. Fasilitas tidak hanya berarti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, gym,
tunjangan, namun fasilitas juga dapat termasuk dalam kebutuhan emosional
karyawan, praktisi public relations
yang sekaligus berfungsi sebagai boundary
spanning perlu menjembatani hubungan antara top management dan para karyawan.
Beberapa strategi
yang dapat dilakukan yakni menggunakan dialog informal dengan karyawan di sela
– sela perkerjaan, hal ini dimaksudkan untuk memelihara komunikasi keatas dan
komunikasi kebawah. Devito (2011, hal.
387)
mengemukakan bahwa manajemen dan karyawan terkadang memiliki perbedaan dalam
berdialog, dan kesulitan tersebut menjadi permasalahan pokok manajemen dalam
berkomunikasi dengan karyawan, sehingga karyawan tidak mampu memahami pesan
yang diberikan oleh manajer. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua
arah, praktisi public relations
memiliki andil besar dalam merekatkan struktur perusahaan, hal – hal kecil yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan motiivasi karyawan denga melibatkan karyawan
dalam pengambilan keputusan, atau menyelenggarakan event sebulan sekali bagi karyawan, event tersebut dapat di desain dengan memberikan nominasi karyawan
terbaik, tergiat dan sebagaiannya, perusahaan perlu mengapresiasi karyawan
untuk mengurangi disonansi karyawan dalam lingkungan kerja. Perusahaan harus
memperhitungkan hal – hal tersebut karena, terkadang manajemen tidak dapat
menebak kesulitan dan keluhan karyawan, karyawan merupakan aset yang paling
berharga bagi perusahaan, buatlah karyawan percaya kepada perusahaan agar
karyawan mau berjuang demi perusahaan.
Berdasaran
pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan teori disonansi kognitif penting untuk
diterapkan oleh praktisi public relations
dalam konteks internal maupun eksternal perusahaan, karyawan akan lebih
memilih bertahan dalam lingkungan yang membuatnya aman dan nyaman. Publik akan
memilih menjalin ikatan dengan perusahaan yang mampu memberikan solusi dalam
permasalahannya, begitu pula pesan persuasif yang baik adalah pesan yang mampu
membuat publik merasa yakin dan puas dengan ide atau program yang perusahaan
berikan.
III. ANALISIS KASUS
Gojek merupakan perusahaan transportasi berbasis online pertama
yang telah resmi beroprasi di 13 kota besar Indonesia, yakni Jabodetabek,
Denpasar, Bandung, Malang dan sebagiannya. Perusahaan tersebut termasuk dalam
kategori perusahaan sukses di Indoenesia dalam kurun waktu yang singkat. Pada
tahun 2010, Nadiem Makarin selaku CEO Gojek Indonesia mendeklarasikan gojek
sebagai transportasi online karya anak bangsa. Pada bulan Juni 2015
keberhasilan Gojek terbukti dan memperoleh penghargaan Indonesia Cellular Show dengan nominasi Best Mobile Apps, tidak berhenti disitu, pada bulan Oktober 2016
Gojek meraih puncak kesuksesannya dan memperoleh penghargaan The First Asean Entrepreneur Award di
Seoul, dan rentetan penghargaan lainnya yang diperoleh perusahaan transportasi
online tersebut.
Publik membutuhkan keamanan dan kenyamanan dalam berpergian, hal
ini menjadi prioritas utama gojek dalam mempublikasikan produk mereka di bidang
jasa dan transportasi. Setelah munculnya gojek, banyak dari masyarakat yang
menggunakan transportasi umum beralih menggunakan transportasi berbasis online
tersebut, yang tentunya hal itu menjadi modal utama gojek dalam berinovasi.
Beberapa alasan masyarakat menggunakan Gojek karena kebutuhan masyarakat unt
3.1 . Disonasi Masyarakat
terhadap bentork Gojek
Tingkat kepercayaan tinggi masyarakat dalam
menggunakan transportasi GOJEK
Sebelum datangnya Gojek, masyarakat Indonesia biasanya
menggunakan layanan ojek pangkalan maupun transportasi umum seperti angkot.
Namun diketahui bahwa sebagian masyarakat pada waktu itu juga enggan menggunakan
jasa tukang ojek konvensional karena beberapa alasan, terutama masalah keamanan
dan transparansi harga. Datangnya Gojek saat ini seperti mendapatkan angin
segar, Gojek merupakan jawaban atas kekhawatiran yang selama ini melanda
masyarakat dalam memilih mode transportasi ojek, karena GOJEK lebih
terorganisir dengan baik, dan didukung oleh teknologi yang memudahkan pengguna
dalam memonitor dan mengakses layanan yang ditawarkan GOJEK, dan yang paling
penting tarif yang dikenakan dapat langsung terlihat oleh pengguna sehingga
transparansi tarif sangat terjamin.
Selain itu kehadiran Gojek ditengah-tengah
tingkat pengangguran yang tinggi, GOJEK memberikan secercah harapan berupa
lapangan pekerjaan yang sepertinya saat ini sulit didapatkan oleh masyarakat terutama
bagi masyarakat yang kurang berpendidikan. Karena untuk menjadi GOJEK tidak
perlu memiliki ijazah yang tinggi-tinggi.
Singkatnya GO-JEK
dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dan media di Indonesia ketika
mulai memberlakukan
tarif promo di bulan Juni 2015, dalam rangka menyambut bulan Ramadan. GO-JEK menetapkan
tarif flat sebesar
Rp10.000. Sambutan positif masyarakat akhirnya membuat GO-JEK terus
memperpanjang tarif promo tersebut. Demi melayani permintaan tinggi dari
masyarakat yang ingin memanfaatkan tarif promo, GO-JEK dan membuka
perekrutan pengemudi besar-besaran, awal bulan Agustus 2015. Uniknya, cara tersebut berhasil
dengan keikutsertaan ribuan orang yang mendaftar menjadi pengemudi Gojek.
Aspek yang menambah ketertarikan masyarakat terhadap
Gojek yakni saat Gojek mengupgrade fitur untuk mendukunng layanannya.
Fitur – fitur tersebut adalah Go-Ride, Go-Car, Go-Food, Go-Send, Go-Pulsa,
Go-Shop, Go-Mart, Go-Tix, Go-Box, Go-Massage, Go-Clean, Go-Glam, Go-Auto,
Go-Med, dan Go-Busway.
Disonasi Masyarakat terhadap fenomena
bentrok Gojek dan Transportasi Darat Konvensional
Jumlah pengemudi yang kian banyak,
serta tarif promo yang memanjakan penumpang, membuat layanan
ojek online kian diminati dari waktu ke waktu. Sayangnya, hal ini
mengakibatkan berkurangnya pemasukan tukang ojek konvensional yang biasa
disebut ojek pangkalan. Beberapa tukang ojek pangkalan pun mulai menolak kehadiran ojek online di beberapa tempat. Meskipun pihak kepolisian
memberikan ancaman akan menindak ojek pangkalan apabila mereka melakukan
kekerasan terhadap ojek online, namun hal itu nihil. Hal itu menyebabkan
kekerasan terhadap Gojek semakin meningkat, beberapa kekerasa tersebut sempat
terekam dalam pemberitaan media ada pula yang tidak.
Jenis kekerasan yang dialami Driver
Gojek sangat beragam, mulai dipukuli, dikeroyok hingga ditabarak dengan
angkutan umum dan ditusuk dengan benda tajam. Dan tentunya fenomena tersebut
tidak terlepas dari keterlibatan Masyarakat. Masyarakat yang dalam hal ini
terlibat sebagai penumpang khususnya yang turut merasakan kekerasan tersebut
akan mengalami tekanan atau disonansi. Sehingga pada akhirnya, hal ini memicu
dampak terhadap perilaku masyarakat di masa mendatang. Menanggapi fenomena
bentrok antara Gojek dengan Ojek konvensioanl, masyarakat turut ramai
memberitakan dengan opini mereka, terutama bagi pengguna Gojek Online, mereka
berlomba – lomba menyuarakan pendapat dan opininya baik melalui media sosial,
media cetak bahkan dalam diskusi keseharian. Jika fenomena tersebut dihubungkan
dengan teori disonansi kognitif, maka dapat diketahui bahwa masyarakat menaruh
persepsi tinggi terhadap isu tersebut (Perceived important), semakin
banyak fenomena tersebut menjadi perbincangan banyak orang maka bisa dipastikan
fenomena tersebut merupakan sesuatu yang penting.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Zimbardo (Kriyantono, 2014) , suatu fenomena dapat memberikan
tingkat disonasi yang berbeda – beda. Penulis melihat bahwa fenomena bentrok
antar pengemudi Gojek dan Ojek konvensional memberikan semacam disonasi kepada
masyarakat, hal ini dapat dilihat melalui opini masyarakat yang berupa
kekhawatiran saat ingin menggunakan layanan Gojek. Kriyantono (2014) turut
menjelaskan bahwasanya disonasi akan terjadi jika elemen – elemen dalam kognisi
tidak seimbang. Hal ini terlihat dari para penumpang Gojek yang terbiasa
mengendarai Gojek dengan rasa aman dan nyaman akan terganggu dengan fakta bahwa
kini Gojek sedang bermasalah, penumpang tidak ingin terlibat dengan hal hal
yang tidak mereka inginkan, seperti jika mereka terlibat dalam kekerasan saat
mengendarai gojek. Disamping itu masyarakat juga akan terganggu jika
permasalahan yang dialami Gojek ini akan mempengaruhi kebutuhan masyarakat,
misalnya kepentingan masyarakat jadi terhambat jika ingin memesan gojek untuk
pergi ke kantor, ke perkuliahan atau sekedar untuk membeli makanan.
Masyarakat juga akan menyadari lingkungan persaingan bisnis sedang
tidak sehat, sebagian masyarakat akan berfikir bahwa keberadaan Gojek
mempengaruhi mata pencaharian transportasi konvensional, terlebih saat hal
tersebut dibuktikan dengan pertumbuhan pengemudi Gojek setiap bulannya.
Sebagian orang mungkin berfikir bahwa hal tersebut merupakan hal yang wajar
yang terjadi dalam dunia perkerjaan, namun bagi sebagian orang tidak
berpendapat demikian. Dari beberapa masyarakat akan berfikir bahwa kehadiran
gojek akan membunuh mata pencaharian transportasi konvensional yang tentunya
hal tersebut berpengaruh pada perilaku masyarakat dalam menggunakan
transportasi Gojek.
Selain itu lingkungan bisnis yang tidak sehat membuat masyarakat
berfikir ulang bagaimana perusahaan Gojek mengakomodir driver nya dan
menjamin keselamatannya saat beroprasi. Pada tahap ini masyarakat tidak hanya
memikirkan keselamatan dirinya sebagai penumpang, namun ia mulai melihat
jaminan keselamatan driver Gojek, terlebih setelah jatuhnya korban di beberapa
kota seperti Tangerang, Solo dsb. Pada tahap ini, perusahaan diharapkan mampu
memberikan respon dan pesan persuasif untuk menumbuhkan kembali lingkaran
kepercayaan dari publilk.
3.2. Metode Masyarakat mengurangi disonasi terhadap Gojek
Berikut adalah beberapa cara Masyarakat mengurangi disonasinya
terhadap Gojek :
1. Masyarakat
memilih fakta secara selective ex-posure,
yakni individu menyeleksi informasi yang ia dapat dan cenderung menghindari
pesan yang inkosisten yang dapat meningkatkan disonansi. Artinya, masyarakat
akan berusahan menjauhi fakta bahwa kondisi Gojek tidak seburuk atau sebahaya
yang diperlihatkan di media, maka hal itu akan membuat masyarakat berfikir
bahwa jika dirinya memesan Gojek, tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Hal
ini berarti masyarakat berusaha merubah beberapa elemen kognitif atau
mengurangi disonansinya terhadap Gojek.
2. Masyarakat
mengabaikan bahwa transpotasi online Gojek tidak aman, masayarakat berusaha
berdalih bahwa tidak setiap saat Gojek berbahaya, mungkin fenomena yang tidak
diinginkan seperti kekerasan, bentrok tersebut hanya terjadi di sekitar tempat
tempat umum, seperti stasiun, terminal, rumah sakit yang merupakan basis
transportasi konnvensional. Selain itu yang lebih penting lagi, masyarakat
mulai menembahkan elemen yang lebih penting. Seperti jika tidak segera memesan
gojek sekarang akan terlambat datang ke kantor, atau ke perkuliahan, sehingga
masyarakat berusaha mencari celah dari kekhawatirannya. Fenomena tersebut
merupakan jenis individu yang melihat bahwa elemen – elemen yang tidak tidak
terlalu penting sehingga individu dapat mengabaikannya untuk mengurangi
disonasi tersebut.
3. Masyarakat
memilih fakta secara selective attention,
yakni individu lebih mepehatikan pesan yang sesuai dengan skematanya untuk
mengurangi tingkat disonansinya. Artinya masyarakat hanya akan melihat bahwa
kehadiran Gojek benar usefull dan sangat membantu memenuhi kebutuhannya.
Dalam tahap ini, masyarakat akan mengabaikan skemata yang tidak sesuai dengan
keyakinannya, contohnya seperti masyarakat yang mengatakan bahwa kehadiran
Gojek tidak mempengaruhi tingkat penurunan penghasilan transportasi
konvensional, dan mengatakan, “rejeki itu sudah ada yang ngatur”.
3.3. Strategi Gojek mengurangi disonasi masyarakat
Dalam aplikasinya di perusahaan, maka teori ini dapat digunakan
untuk menguji bagaiaman respon PR dalam perusahaan untuk mengurangi disonasi
yang dialami publiknya a. Fenomena bentrok antar Gojek dan Ojek konvensional merupakan
jenis krisis yang dialami perusahaan teknologi Gojek, dari deskripsi kasus yang
sudah dijelaskan maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa strategi yang
dipilih Gojek, berikut penjelasannya :
1.
Demi
keberlangsungan mata pencaharian dan demi kebutuhan penumpang, perusahaan Gojek
di beberapa cabang daerah membuat kesepakatan dengan dengan transportasi umum
(ojek konvensional dan angkot). Seperti di Malang, dinaungi oleh Pemerintah
Kota Malang kedua belah pihak (Transportasi berbasis online dan Transportasi
konvensional) membuat kesepakatan berupa angkutan berbasis online dilarang
mengambil penumpang di area Stasiun, Mall, Perhotelan, Terminal, Tempat
Hiburan, Pasar, Rumah Sakit dan Jalur yang dilalui Angkutan Kota (Angkot).
Namun mereka tetap diperbolehkan mengantarkan penumpang di zona tersebut.
Strategi pertama ini merupakan jenis pesan yang memiliki kegunaan bagi
khalayak, yang didalamnya mengandung kepentingan bersama untuk masyarakat.
2.
Gojek
melepaskan atribut pelengkapan gojek seperti jaket dan helm saat menjemput pelanggan atau mengantar pesanan.
Kesepakatan bisa jadi perjanjian sah yang sudah diketok palu, namun nampaknya
Gojek tidak melihat hal tersebut sebagai jalan keluar yang cukup. Kebutuhan
berlebih masyarakat menjadi tuntutan tinggi untuk melayani pelanggan, dan tidak
banyak masyarakat yang berfikir keselamatan driver Gojek. Seperti
contohnya, pelanggan yang meminta dijemput dekat terminal atau stasiun,
meskipun beberapa dari Gojek menolak karena kesepakatan telah dibuat, namun
dari kedua belah pihak (si pelanggan dan si driver gojek) tetap berusaha saling
memenuhi kebutuhannya. Alhasil, driver gojek memilih untuk mengambil
jalur aman untuk menjamin keselamatannya sendiri. Strategi kedua ini merupakan
jenis pesan persuasif yang kontennya tidak mengandung ancaman atau membahayakan
masyarakat.
3.
Gojek
memberikan banyak promo kepada pelanggan khususnya di bulan ramadhan, promo
tersebut berupa potongan harga untuk Go-ride sebesar 40% bagi pengguna Go-pay,
dan promo Go-send sebesar 25% bagi pengguna Go-pay. Selain itu untuk wilayah
Jabodetabek, Go-pay memberikan promo untuk pelanggan yakni hanya membayar
sebesar 2.000,00 jika jarak perjalanan yang ditempuh tidak lebih dari 7 km.
Strategi terakhir ini merupakan jenis
pesan persuasif yang menarik perhatian khalayak, yang dianggap masyarakat
penting dan bernilai. Selain itu pesan ini juga termasuk pesan yanga mengandung
kejujuran dan tidak manipulatif bagi masyarakat.
3.4.
Dampak
Strategi Perusahaan Gojek
Secara keseluruhan, jenis respon yang diberikan oleh Gojek terbukti
meningkatkan minat dan ketertarikan masyarakat dalam menggunakan layanan Gojek
kembali, meskipun selang beberapa bulan Gojek mengalami krisis. Penulis melihat
bahwa ketiga jenis strategi pesan yang dikeluarkan gojek merupakan pesan
solutif, pasalnya pesan tersebut memiliki karteristik masing – masing yakni
masing – masing dari pesan tersebut juga memiliki kepentingan baik untuk publik
internal dan publik eksternal. Strategi Gojek yang selalu memperbaiki fitur
layanannya juga menjadi salah satu strategi yang berhasil menarik perhatian
masyarakat dan tentunya mengurangi jumlah disonasi masyarakat.
III. KESIMPULAN
Kesimpulan
Teori Disonasi Kognitif terbukti memiliki peran penting dalam
keberlangsungan perusahaan. Teori ini memiliki kegunaan untuk menganalisis
efektif tidaknya hubungan perusahaan dengan publik internal dan publik
eksternalnya. Penelitian ini memberikan banyak poin penting, salah satunya
mengurangi disonasi itu sendiri tidak harus melalui upaya keras perusahaan.
Penelitian ini menjelaskan bahwa Masyarakat dapat mengurangi disonasinya
sendiri melalui keyakinan dan persepsi yang dimilikinya terhadapa perusahaan. Hal
tersebut dapat terjadi jika keyakinan dan kepercayaan publik memang kuat
terhadap citra perusahaan.
Rekomendasi
Penulis memiliki
rekomendasi penting bagi manajemen perusahaan gojek, yakni tingkat
rensponsifitas perusahaan dalam menanggulangi krisis yang menimpanya, terutama
bagi para karyawannya, yakni driver gojek itu sendiri. Sejauh ini
penulis belum melihat langkah langsung dari manajemen Gojek untuk menjamin
keselamatan para driver nya, sehingga hal itu membuat publik bertanya –
tanya tentang langkah Gojek dalam menanggulangi krisis tersebut. Juga, pihak
manajemen Gojek lebih terkesan tidak berkomunikasi secara langsung terhadap
publik. Hal ini sebenarnya menjadi hal yang penting bagi CEO Gojek untuk
menjalin kedekatan dengan publik, namun hal tersebut belum penulis lihat
melalui langkah gojek dalam menanggulangi krisis ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Astuti, L & Andalan, B. (2017).
Polemik Ojek dan Gojek, Ini Saran Kemenhub http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/902617-polemik-ojek-dan-gojek-ini-saran-kemenhub
DeVito, J. A. (2011). Komunikasi Antarmanusia,
Ed.5. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.
Dewi, Siti Nuraisyah & Rizki
Aulia Rachman. (2015). Tak hanya trasportasi, Gojek buka jasa pesan antar
makanan. Diakses melalui http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/611310-tak-hanya-transportasi-gojek-buka-jasa-pesan-antar-makanan
pada tanggal 8 Maret 2017
Hidayat, M. A & Aditya, L. (2017).
Ribuan Sopir Angkot dan Taksi Mogo, Kota Malang Lumpuh http://nasional.news.viva.co.id/news/read/885122-ribuan-sopir-angkot-dan-taksi-mogok-kota-malang-lumpuh
Hidayat, M. A & Maulida, A. (2017).
Penumpang Terlantar Akibat Sopir Angkot Demo di Tangerang http://metro.news.viva.co.id/news/read/891588-penumpang-telantar-akibat-sopir-angkot-demo-di-tangerang
Kriyantono, R.
(2014). Teori Public Relatios Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Littlejohn, S. W.,
& Foss, K. A. (2014). Teori Komunikasi, Ed.9. Jakarta: Salemba
Humanika.
Ngazis, Amal Nur. (2015). Polling:
Rakyat Pilih Gojek Dibanding Ojek Pangkalan. Diakses melalui http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/674846-polling-rakyat-pilih-gojek-dibanding-ojek-pangkalan
pada tanggal 8 Maret 2017.
Supriyanto, Agung. (2017). CEO Gojek
Indonesia: membangkitkan gairah usaha tukang gojek. Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/03/16/o44e4715-nadiem-makarim-pendiri-dan-ceo-gojek-indonesia-membangkitkan-gairah-usaha-tukang-ojek
pada tanggal 8 Maret 2017.
Wicaksono, A & Sodiq, F. (2016). Ratusan Tukang
Becak Minta Pemkot Solo Larang Gojek http://nasional.news.viva.co.id/news/read/864820-ratusan-tukang-becak-minta-pemkot-solo-larang-gojek
Komentar
Posting Komentar