Mengembangkan Teori Public Relations yang relevan dengan Konteks Budaya di Indonesia
Mengembangkan Teori Public Relations yang relevan dengan Konteks Budaya di Indonesia
Tulisan dibawah ini merupakan hasil review saya
terhadap jurnal “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory
for Indonesia, 2017, yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono dan Bernard MCKenna”.
Secara garis besar jurnal tersebut menjelaskan perkembangan teori – teori public relations serta pengkombinasian
teori – teori tersebut ke dalam budaya asia, khususnya di Indonesia. Kriyantono
& McKenna (2017) menjelaskan perkembangan
kajian Public Relations sangat berat
sebelah karena selama ini kajian ini didominasi dari perspektif barat. Selaras dengan
itu, maka tujuan dari review jurnal ini selain mengulang beberapa teori – teori
public relations yakni memahami
penerapan teori – teori public relations di
Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam budaya.
Kajian Public
Relations merupakan disiplin ilmu baru dalam Kajian Ilmu Komunikasi,
sejalan dengan hal itu praktik Public
Relations tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari – hari. Kriyantono (2008) menyebut setiap
individu saling mem-PR kan dirinya
masing – masing, karenanya individu tidak bisa lepas dari praktek Public Relations. Salah satu Praktek Public Relations yang dapat diterapkan
pada diri masing – masing adalah membentuk citra positif diri anda dan biarkan
orang lain berbicara tentang diri anda (let’s everybody talks about you), akan
lebih baik akan jika banyak orang mengetahui tentang anda, daripada tidak sama
sekali.
Kajian Public
Relations. telah banyak dipahami sebagai praktik, dalam dunia kerja,
khususnya di Indonesia, peran Public
Relations. hampir disama dengankan Humas (Hubungan Masyarakat), padahal
peran dan fungsi PR lebih luas daripada itu. Seorang Tokoh Profesional dan
akademik Rex F. Harlow telah mengumpulkan hampir 500 definisi yang ditulis
antara tahun 1900-an dan 1976, berikut adalah salah satu definisi tersebut :
“Public Relations adalah fungsi manajemen
tertentu yang membantu dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama,
penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan
manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap
responsif dan mendapat informasi terkini tentang opini publik...” (Cutlip,
Center, & Broom, 2006)
Pernyataan diatas menyimpulkan peran Public Relations tidak terbatas pada
tataran praktek, namun Public Relations memiliki peran utama dalam manajemen
komunikasi (Cutlip, Center, & Broom,
2006) .
Kajian Public Relations telah dikembangkan
lebih dari 25 tahun baik dalam ptraktek komunikasi perusahaan maupun teoritis
atau penelitian lanjutan, karena pada hakikatnya akar teori Public Relations
masih meminjam disiplin ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, komunikasi
massa dan sebagainnya. Sriramesh & Vercic
(Kriyantono & Mckenna, 2017) Perkembangan kajian Public Relations sangat berat sebelah
karena selama ini kajian ini didominasi dari perspektif barat. Meskipun dari beberapa model yang diberikan
telah diaplikasikan dalam praktek Public
Relations secara global, secara karakter, teori – teori tersebut (seperti
Excellet Model, SCCT) sangat berorientasi pada barat (Halff & Gregory dalam
Kriyantono & McKenna, 2017).
Selain itu dalam beberapa literatur Rogers
(1997 dalam Kriyantono & McKenna, 2017) tidak menemukan ilmuwan asia yang
menulis sejarah studi komunikasi, secara keseluruhan para ahli dan ilmuwan
tersebut berasal dari U.S dan Eropa. Diantara 27 Teori Public Relations baik yang origin atau pinjaman, semuanya
menggunakan pespektif barat (Kriyantono R. , 2014) , di belahan asia
Ayish (2003 (Kriyantono & Mckenna, 2017) menemukan beberapa
negara telah menggunakan teori komunikasi berdasarkan perspektif negara nya
masing –masing seperti Chinese
Communication Theory, Indian Communication Theory, Chinese Harmony Theory,
Confucian Communication Theory, Japanese Kuuki Theory, and Taoist Communication
Theory.
Asia memiliki negara denga aneka ragam
karakteristik kultur, Indonesia adalah salah satunya. Pada tahun 2010, menurut sensus BPS terdapat
lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia,
atau tepatnya 1.340 suku
bangsa (Wikipedia, 2017). Ilmuwan barat menemukan kesulitan menemuka ilmuwan
Indonesia yang berfokus pada bidang komunikasi dalam konteks indonesia,
termasuk di dalamnya perkembangan Public
Relations.
Akoje
dan Rahim (Kriyantono & Mckenna, 2017) menemukan bahwasanya
sosio –kultural serta lingkunga politik di setiap mnegara menjadi faktor untuk
menerapkan praktek komunikasi tersebut, conothnya kita mengenal sebuah prisip tell the truth yang digagas oleh Ivy Lee
(Lattimore, Baskin, Heiman, & Toth, 2010) , konsep ini menjadi
sangat universal yang harus diterapkan oleh praktisi Public Relatiions di
seluruh penjuru dunia, namun prinsip tersebut harus tetap disesuaikan budaya
yang ada di beberapa negara, termasuk beberapa negara yang menganut high context culture seperti di korea,
china, india, dan hampir semua negara di Asia termasuk Indonesia.
Indonesia
merupakan negara yang menekankan adanya harmonisasi dalam masyarakatnya, selain
itu Indonesia memiliki beragam umat beragama yang agama itu kemudian menjadi
perantara untuk mencapai harmoinisasi. Masyarakat Jawa Indonesia memiliki
kosakata “pangestu” yang menjadi adat untuk diucapkan setiap kali orang
bertanya tentang kabar mereka “kumaha damang?”, makna kalimat
“pangestu” kemudian diyakini sebagai simbol untuk berterimakasih kepada
individu yang telah mendoakannya (Kriyantono & Mckenna, 2017) , dalam tradisi
masyarakat jawa “pangestu” memiliki makna akan keyakinan individu atas doa yang
diberikan oleh segenap warga lainnya.
Karakteristik dan Lokal wisdom yang dimiliki
Indonesia jika kemudian dikaitkan dengan perspektif barat Public Relations, berikut
adalah contoh dari salah satu Local Wisdom
yang berhubungan dengan prinsip – prinsip PR (Kriyantono & Mckenna, 2017) :
·
Musyawarah Mufakat (Pengambilan Keputusan di
Indonesia)
Kebiasaan
Musyawarah dikenal dalam sistem pengambilan keputusan di Indonesia, kebiasaan
tersebut berrati mencaku interaksi bersama masyarakat serta berusaha mendengar
argumendari individu lainnya, dan membiarkan individu beropini secara bebas
dalam suatu forum, selaras dengan Pancasila sebagai asas dasar Indonesia maka,
musyawarah dan mufakat menjadi tahapan yang harus dilaksanakan untuk mencapai
keputusan, hal ini sangat berhubungan dengan berhubungan dengan praktek Public Relations yang menekankan
keterlibatan karyawan dari kelompk bawah dalam pengambila keputusan di sebuah
perusahaan. Kajian Public Relations di perspektif barat, menekankan pentingnya
keterlibatan seluruh elemen organisasi serta pentingnya opini dari masing –
masing kepala, termasuk jajaran pemimpin, manajer dan karyawan, dengan kata
lain Indonesia memiliki sebuah local
wisdom yang sangat berhubungan erat dengan salah satu prinsip Public Relations.
Secara umum, tulisan
Kriyantono telah bisa memberikan pengetahuan baru tentang pemahaman teori –
teori public relations beserta kemungkinan kecocokannya di Indonesia dst. Agar
lebih bisa memberikan deskripsi yang lebih mendalam, saya merekomendasikan
penelitian ini dikembangkan denganmenggunakan riset yag secara konsisten
dilakukan seperti penelitian praktek Humas di Insitusi pemerintah maupun swasta
dengan jangkauan di seluruh indonesia, serta terhadap LSM LSM public relations.
DAFTAR
PUSTAKA
Cutlip, S. M.,
Center, A. H., & Broom, G. M. (2006). Effective Public Relations. Wibowo,
T (Terj.). Jakarta: Prenadamedia.
Kriyantono,
R. (2008). Public Relations Writing. Jakarta: Prenadamedia.
Kriyantono,
R. (2014). Teori Public Relations, Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta:
Prenadamedia.
Kriyantono, R., & Mckenna, B. (2017). Developing a
Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia. Malaysian Journal
of Communication, 1-16.
Lattimore,
D., Baskin, O., Heiman, S. T., & Toth, E. L. (2010). Public Relations :
Profesi dan Praktik. Daud, A. (Terj.). Jakarta: Salemba Humanika.
Komentar
Posting Komentar