Manajemen Krisis Arla Food di Timur Tengah


                                     


Pendahuluan

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh manajemen perusahaan adalah situasi krisis yang melanda perusahaan. Seperti krisis Arla Food yang diboikot di timur tengah, masalah tersebut telah berkembang menjadi isu nasional dan telah melibatkan banyak pihak di dalam penanganannya. Implikasi dari masalah tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap perusahaan besar, tetapi juga telah membuat perusahaan kecil dan pedagang kecil ikut merasakan akibatnya. 
Kurangnya persiapan perusahaan di dalam menghadapi kasus krisis seperti yang dikemukakan di atas menyebabkan munculnya resiko yang tidak terduga - duga, sehingga setiap perusahaan dianjurkan mempunyai ‘program manajemen krisis’(crisis management plan), Sayangnya, masih banyak perusahaan yang mengabaikan masalah krisis ini. Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat sesuatu tambah baik atau tambah buruk. Saat perusahaan menghadapai krisis, maka perusahaan dituntut untuk melakukan perubahan fundamental dalam manajemen perusahaan. 

Tujuan
Tujuan penanganan krisis perusahaan tak lain adalah mengubah citra perusahaan itu sendiri, selain itu perusahaan dapat membentuk citra baru berrdasarkan crisis plan yang telah mereka susun, menangani krisis juga membuktkan perusahaaan ingin menjaga kepercayaan publik. 
Manfaat 
Manfaat dari penanganan krisis yakni perusahaan dapat memperoleh reputasinya kembali, selain itu perusahaan akan mengalami masa transisi yang berat, dan itu menguji komitmen serta tanggungjawab seluruh awak perusahaan. Krisis juga sebagai evaluasi kinerja perusahaan seebagai tanggungjawab sosial terhadap publik. Dalam studi kasus Arla Food, perusahaan berhasil melewati critical stage, dan berhasil mendapat kepercayaan publik pada tahap resolusi. 
Strategi
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan dapat mengidentifikasi isu awal yang berkembang pada publik, Kriyantono (2015, h. 165-170) memberikan beberapa tahapan untuk mengidentifikasi suatu isu, keempat tahap itu yakni : Origin Stage, Mediation and Amplifications Stage, Organization Stage, dan Resolution Stage. Sejalan dengan itu, Steven Fink dalam Kasali (2003, h. 225) menyatakan bahwa ada empat tahapan krisis. Tahap prodomal, tahap akut, tahap kronik, dan tahap resolusi. Jenis - Jenis tahapan diatas dapat digunakan dalam mengidentifikasi Isu potensial yang berkembang baik di dalam atau diluar perusahaan,
Studi Kasus
             Arla food adalah perusahaan yang berasal dari Arhus, Denmark, dan merupakan produsen susu terbesar di Scandinavia. Perusahaan tersebut dimiliki oleh 11.000 petani Denmark dan Swedia. Arla food tersebar luas di Timur Tengah, dengan penjualan pertahun di sana mencapai US$480juta. Pada 30 September 2005, koran Denmark, Jyllands-Posten mempublikasikan 12 kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad. Disamping menggambarkan Nabi Muhammad, yang merupakan penghinaan bagi orang Muslim, kartun tersebut dianggap oleh orang banyak sebagai Islamophobic dan rasis. Koran tersebut mengatakan bahwa kartun itu merupakan percobaan untuk berkontribusi pada debat sehubungan dengan kecaman Islam dan self-censorship. Antara Okotber 2005 dan Februari 2006, kartun tersebut dicetak ulang di beberapa koran besar Eropa di Norwegia, Belanda, Jerman, Belgia, dan Perancis. Hal tersebut memunculkan protes dari orang Muslim di seluruh dunia. Aksi protes meliputi: demo kedutaan besar Norwegia dan Denmark di Damascus dan Beirut; serangan di kedutaan besar Denmark di Tehran; dan berbagai perampokan bersenjata di gedung EU di Kota Gaza menuntut permohonan maaf dari Denmark dan Norwegia.
        Segera setelah publikasi kartun yang menyebar luas, perwakilan dari negara mayoritas Muslim meminta untuk bertemu dengan perdana menteri Denmark, Anders Fogh Rasmussen, untuk mendiskusikan publikasi dan perlakuan yang salah kepada orang Muslim di Denmark yang dirasa semakin meluas. Pemerintahan Denmark menolak pertemuan tersebut, mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan mempengaruhi press. Pada pidato tahun barunya, perdana menteri memilih untuk tidak meminta maaf, tapi malah membicarakan kesensitifan ketika memeriksa pidato bebas. Pada 20 Januari 2006, politikus dan tokoh agama Saudi Arabia menyatakan untuk memboikot produk-produk Denmark. Arla merespon hal tersebut dengan memunculkan iklan di koran Saudi menjauhkan diri dari kartun tersebut. Arla mengatakan pada koran yang menyinggung, Jyllands-Posten: ‘kami takut jika kami akan menghadapi kemarahan konsumen’. Perusahaan juga memutuskan untuk memasang iklan satu halaman di koran Saudi yang memuat keberpihakan Denmark kepada Islam. Namun Arla mengakui bahwa cara tersebut tidak berhasil.
             Pada 27 Januari, the Confederation of Danish Industries meminta Jylland-Posten untuk mencetak permohonan maaf karena menerbitkan gambar tersebut pada tanggal 31 Januari. Koran tersebut mengedarkan dua surat terbuka di websitenya: satu dari koran itu sendiri yang meminta maaf karena telah menyinggung kaum Muslim; dan surat yang lainnya dari para seniman yang telah menggambar Nabi Muhammad dengan bom disorbannya. Perdana menteri menyambut baik permintaan maaf tersebut, namun ia mengatakan: ‘Pemerintah Denmark tidak akan meminta maaf karena peristiwa koran Denmark tersebut, media yang independen tidak melalui proses edit oleh pemerintah.
     Sementara itu, Nestle Swiss mengakui telah memasang iklan di koran Saudi yang memberitahukan kepada konsumen bahwa dua produknya yang dijual di area Timur Tengah bukanlah produk original Denmark. Perusahaan tersebut menyangkal bahwa hal tersebut adalah tindakan anti-Denmark dan membenarkan iklan dengan mengatakan bahwa hal tersebut berhasil mencapai tujuannya, terbukti dengan penjualan Nestle yang menjadi normal.
             Di akhir Januari, Arla menyatakan bahwa boikot produk Denmark di Timur Tengah sudah menyeluruh dan semua pelanggan di region tersebut telah membatalkan pesanannya. Arla menyatakan bahwa mereka telah berada di posisi di mana sebenarnya mereka tidak bersangkutan. Arla membutuhkan waktu 40 tahun untuk membangun kerja sama yang baik dengan Timur Tengah dan kerja sama tersebut harus berhenti total dalam lima hari. Di bulan Januari dua karyawan Arla juga mengalami penyerangan, dan di bulan Februari Arla menyatakan bahwa aksi boikot tersebut telah merugikan perusahaan sebesar 1juta poundsterlling tiap harinya.
             Pada 1 Maret, Arla memperkirakan kerugian akibat boikot mencapai US$64juta. Namun mereka menyatakan komitmennya kembali kepada Timur Tengah. Mereka mengatakan meskipun situasinya terlihat sangat sulit, mereka percaya Arla mempunyai masa depan di Timur Tengah. Di akhir bulan, Arla mulai memasarkan produknya di Timur Tengah dengan menampilkan iklan sehalaman penuh di 25 koran Arab. Di awal bulan April, produk Arla mulai kembali posisinya di Timur Tengah. Perusahaan tersebut juga mengatakan akan memberikan sponsor untuk kemanusiaan di regional tersebut. Bagaimanapun juga, mereka menyatakan bahwa meskipun perkembangan mereka berlahan, namun hal tersebut membuktikan bahwa kostumer ingin membeli produk mereka. Pada bulan agustus, penjualan telah kembali seperti sebelum boikot di kebanyakan daerah Gulf dengan pengecualian Saudi Arabia yang merupakan pasar terbesar Arla. Pemimpin Arla, Knud erik Jensen, mengatakan dengan hormat kepada Timur Tengah, hasilnya lebih buruk dari yang telah diperkirakan pada musim lalu.
Analisis
Rosady Ruslan (1999, h. 99-100) menyatakan beberapa contoh peristiwa yang berperan menjadi krisis, salah satunya adalah peristiwa menakutkan yang disebabkan oleh masalah SARA. Peristiwa boikot yang dialami oleh Arla ini merupakan peristiwa yang disebabkan oleh isu SARA. Masyarakat Timur Tengah yang memang mayoritas penduduknya adalah orang Muslim menganggap bahwa kartun yang diterbitkan oleh Jyllands-Posten telah melecehkan Nabi Muhammad. Hal tersebut menimbulkan persepsi publik yang negatif terhadap negara Denmark Hainsworsth & Meng (Kriyantono, 2012) menjelaskan 4 tahapanan Isu  (Issue Life-Cycle) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk Arla: 
Origin (potential stage), tahap ini seseorang atau sekelompok mengekpresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Mereka melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan isu yang dianggap penting. Pada tahap awal ini munculnya isu terkait dengan diterbitkannya karikatur Nabi Muhammad dikoran Jyllands Posten Denmark, pada tahap ini seharusnya Arla sudah dapat memprediksi bahwa akan terjadi krisis. Perusahaan Arla dan Jyllands-Posten berada pada satu wilayah yang sama, sehingga berita pasti lebih dahulu berkembang di tempat yang sama. Begitu ada kemunculan gambar kartun tersebut, Arla seharusnya dapat memprediksi permasalahan yang akan terjadi di Timur Tengah dengan beredarnya kartun tersebut. Timur Tengah seharusnya menjadi salah satu perhatian khusus bagi Arla karena region tersebut merupakan salah satu pasar terbesar Arla. Namun perusahaan produsen susu terbesar di Scandinavia tersebut lalai dalam memprediksi isu-isu yang berpotensi menjadi krisis.
   
       Mediation and Amplification Stage, saat isu tersebut mulai berkembang, dan semakin banyaknya media yang memeberitakan isu tersebut secara serentak, enjadikan masyarakat umat Islam tidak tinggal diam dan melakukan aksi proter dengan berbagai bentuk selain hanya melakukan boikot terhadap produk berasal dari Denmark saja. Dalam hal ini isu berkembang karena isu tersebut mempunyai dukungan publik, yaitu ada kelompok-kelompok lain yang saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu isu tersebut. Dalam kasus Arla, karena potensial isu tidak terdekteksi oleh perusahaan, maka hal tersebut berakibat terjadnya krisis bagi Arla. Produk susu Arla ditolak oleh masyarakat Timur Tengah. Arla juga diharuskan untuk berhadapan dengan boikot yang dilakukan masyarakat Timur Tengah. Selain itu, kerugian yang ditimbulkan akibat aksi boikot tersebut, Arla mengalami kerugian yang tidak sedikit.

     Organization Stage: Tahap ini publik sudah mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Current stage, isu berkembang menjadi lebih popular karena media massa memberitakanya berulang kali dengan eskalasi tinggi. Critical stage, terjadi bila publik mulai terbagi dalam dua kelompok, setuju dan menentang. Pada tahap ini isu berkembang lebih luas karena media juga menyebarkan berita kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad ke beberapa daerah di Eropa. Akibatnya isu  tentang rasis terhadap kaum Islam menjadi diskusi publik di berbagai dunia. Dan pemberitaan akan isu tersebut dilakukan secara beurlang ulang dan menjadi populer di berbai media massa. perrusahaan memulai pemulihan citra dan upaya meraih kembali kepercayaan dari masyarakat. Dalam kasus Arla, tahap ini dilakukan dengan cara memuat iklan satu halaman di koran Saudi,  Arla menempatkan produknya sebagai  salah satu produk  Denmark yang kemudian memberikan dukungan terhadap kaum Islam dengan cara menempatkan iklan di Koran Saudi untuk menjauhkan diri dari kartun. Namun Arla mengakui bahwa cara tersebut tidak berhasil. Cara tersebut dirasa kurang tepat. Arla dapat bekerjasama dengan pemerintahan Denmark untuk meluruskan permasalahan tersebut sehingga dapat lebih mempersuasi masyarakat Timur Tengah.


       Resolution stage, di tahap ini, organisasi dapat mengatas isu dengan baik sehingga pemberitaan di media mulai menurun, Setelah mengalami serangan dan boikot dari kaum Islam, pemerintah Denmark didesak untuk meminta maaf atas penyebaran kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad. Hingga pada akhirnya pemerintah Denmark mengimbau kepada surat kabar Jyllands-Posten untuk meminta maaf atas penerbitan kartun Nabi Muhammad. Pada tahap resolusi, Arla bangkit dan menjualkan produknya di Timur Tengah pada bulan Maret. Arla melakukan promosi melalui iklan di 25 surat kabar di Arab dengan menyewa satu iklan halaman penuh. Pada bulan April, Arla kembali memasukkan produknya secara perlahan ke rak-rak di toko daerah Timur Tengah. Serta, Arla mensponsori kegiatan kemanusiaan di wilayah tersebut


Referensi:
Barton, L. (1993). Crisis in Organizations: Managing and Communicating in the Heat of Chaos. Cincinnati: South-Western Publishing.
Kriyantono, R. (2015). Public Relations, Issue & Crisis Management. Jakarta : Prenadamedia Group
Ruslan, R. (1999). Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra. Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Komunikasi Bisnis Gojek

Review Film "The Circle" 2017

Publik dan Stakeholder